Semalam Rasanya Setahun...
AA Gym (GATRA/Edward Luhukay )Saat Teh Ninih muncul dari balik pintu saung, wajah-wajah sumringah sudah menunggu. Mengenakan setelan baju muslim warna ungu, ia melangkah menemui mereka --para tamu yang sudah menunggu. "Mau foto sama saya atau sama Aa? Aa-nya lagi di-WC," Teh Ninih menyapa ramah. "Nggak ah, ama Teteh saja," kata seorang ibu. Kemudian kerumunan ibu-ibu itu satu per satu berpose bersama.
Usai acara foto bersama, Teh Ninih beranjak memasuki gedung Muslimah Centre. Tak lama kemudian, Aa Gym muncul dengan tergesa: "Mana Teh Ninih?" Langkah Aa Gym terhenti. Kerumunan pengunjung yang ingin berfoto, kali ini lebih dominan laki-laki, mencegat. "Saya sudah lapar," ujar Aa sambil memasuki gedung yang sama.
Minggu pagi itu, Aa Gym dan Teh Ninih dijadwalkan memberi ceramah kepada para peserta bimbingan spiritual muslimah. Dari sana, dengan bersepeda Aa Gym memboncengkan Teh Ninih menuju Darul Jannah. Ada 47 jamaah yang sudah menunggu di tempat itu. "Mereka ngasih tausiah di tiga tempat hari ini," kata seorang staf Aa Gym.
Aa Gym didampingi Teh Ninih silih berganti memberikan tausiah. Aa kerap menjadi pengumpan sang istri. Tak jarang pula Aa membiarkan Teh Ninih bicara sendirian. "Aa mau buang air," begitu Aa berujar, seraya meninggalkan podium.
Teh Ninih tidak gentar ditinggal sendirian di podium. Dengan lancar ia berbagi jawaban. Dengan tenang pula ia memberikan nasihat kepada jamaah. Soal bagaimana cara awet muda, misalnya. Hadirin pun bersemangat bertanya dan menyimak.
Tanpa didampingi suami, pemilik nama lengkap Ninih Muthmainah itu hadir dengan gaya ceramah yang lembut, tenang, dan sederhana. Lancar karena, menurut dia, dakwah sudah digelutinya sejak ia masih anak-anak. "Saya lebih banyak dakwah lewat baca Quran," katanya kepada Gatra. Pernikahannya dengan Abdullah Gymnastiar membuat kemampuan dakwahnya makin terasah. Ditemui di perpustakaan di rumahnya, Aa Gym menyimak Teh Ninih yang tengah membaca sebuah materi dakwah dari buku. Jika ada perihal yang tidak dimengerti, Teh Ninih bertanya pada sang suami yang tengah menyuapi anaknya. Di sela-sela itu pula, mereka berdua secara bergantian menjawab pertanyaan wartawan Gatra, Bambang Sulistiyo dan Wisnu Wage Pamungkas serta pewarta foto Niko Fajar Utama.
Petikannya: Apa kabar Aa Gym dan Teh Ninih sekarang?
Teh Ninih: Jauh lebih nyaman sekarang. Saya yakin, ini semua hasil dari sebuah proses.
Aa Gym: Alhamdulillah, baik-baik saja. Saya lebih menikmati kehidupan saya sekarang. Popularitas itu seperti penjara. Dulu saya tidak punya banyak waktu untuk seperti ini (menyuapi anak). Setiap hari, saya bisa berfoto sampai 2.000 orang. Tamu tak pernah berhenti. Tidak bisa libur. Saya sudah seperti robot. Sampai saya bertanya, sampai kapan saya akan seperti ini?
Pernah menduga bahwa keputusan poligami Anda berdampak sampai seperti ini?
Aa Gym: Tidak. Saya memang berusaha memperhitungkan dampaknya, tapi tidak menduga reaksi publik sampai sedahsyat ini, seheboh ini. Tapi saya yakin menjalaninya, karena saya tidak berbuat kriminal, saya tidak berzina atau mencuri. Saya melakukan sesuatu yang jelas dan dibolehkan di dalam Al-Quran yang saya yakini. Juga tidak melanggar undang-undang. Ini memang episode yang harus dijalani, dan mudah-mudahan suatu saat banyak yang dapat mengambil hikmah dari semua ini.
Periode mana yang terasa paling nyaman dalam kehidupan Anda?
Aa Gym: Saya tidak punya kesempatan untuk berpikir negatif, karena saya yakin hidup ini memiliki episode-episodenya sendiri. Yang paling penting bahwa setiap kejadian harus mengubah diri kita menjadi lebih baik. Jadi, tidak ada yang namanya kejadian buruk. Yang buruk adalah saat kita tidak bisa berubah atau berubah ke arah yang lebih jelek.
Apa yang begitu menyenangkan dalam periode sekarang ini?
Aa Gym: Hampir setiap hari, kalau sedang di Bandung, saya bisa menemui kedua orangtua saya. Saya bisa lebih rajin dan khusus mengantar anak-anak saya. Dan yang paling khusus lagi, saya jadi punya cukup banyak waktu untuk belajar, silaturahmi dengan para ulama secara leluasa. Mengurus pesantren juga jadi lebih santai namun khusyuk. Ibadah juga jauh lebih nikmat, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Apakah poligami menjadi semacam trigger untuk membuat hidup Aa bisa serileks sekarang?
Aa Gym: Betul, barangkali harus ada semacam trigger. Tapi, saya pikir, sunnatullah-nya memang harus sudah begitu. Belakangan Aa sering menyisipkan tema poligami sebagai bahan dakwah yang lumayan segar.
Apakah itu menjadi salah satu keuntungan?
Aa Gym: Memang apa yang terjadi pada Aa sekarang menjadi bahan dakwah. Pengalaman ini menjadi sesuatu yang sangat penting. Proses ini dikarunia Allah, dan apa yang Aa sampaikan sekarang menjadi terasa lebih realistis.
Kualitas hubungan suami-istri antara Teteh dan Aa sekarang seperti apa?
Teh Ninih: Kami seperti ada magnet. Kalau sudah saling mencintai, tidak lagi melihat ada kejadian (poligami) atau tidak. Apa yang terjadi pada kami ini hanya karena Allah.
Tidak merasa cemburu dengan kehadiran Teh Rini?
Teh Ninih: Ya iya saya cemburu awalnya karena ada yang lain. Tapi Teteh jadi tidak terlalu banyak memikirkan soal Aa. Kalau lupa mengingatkan Aa makan siang, sudah ada yang mengingatkan... (Teh Ninih tertawa). Saya sudah jauh lebih bisa menerima.
Teh Ninih sekarang lebih banyak muncul di publik. Kira-kira, apa ini disebabkan dukungan pada Teteh sebagai "korban" poligami?
Aa Gym: Tidak. Kami tidak ada waktu buat berpikir negatif dan rumit. Sederhana saja, karena saya hendak mengurangi tugas dakwah, sedangkan kebutuhan orang mendengarkan masih ada. Kemunculan Teteh ini sudah di-setting sejak awal. Pada usia 40 tahun, Teteh mesti menjadi ulama wanita. Tapi fokusnya pada tafsir Al-Quran.
Persiapannya sepanjang apa?
Aa Gym: Kami persiapkan sudah lama sekali, sejak enam tahun lalu. Bahan-bahannya kami kumpulkan. Saya ikutkan Teteh pada kursus-kursus tafsir, komunikasi publik, dan ilmu-ilmu lain. Usia 40 tahun itu pas.
Teh Ninih: Awalnya saya cuma mengurus Muslimah Centre, MQ Fashion, dan kegiatan anak yatim. Sebelum ini, saya lebih banyak di belakang layar.
Ada kesulitan saat Teteh pertama kali muncul berdakwah?
Teh Ninih: Nggak kerasa sih pas pertama kali muncul. Karena awalnya kan sudah sering ditandem dulu sama Aa untuk berhadapan dengan publik.
Apa perbedaan antara gaya dakwah Aa dan Teteh?
Aa Gym: Saya tidak berharap Teh Ninih menjiplak gaya dakwah Aa.
Teh Ninih: Aa itu lucu dan mahir menceritakan anekdot di sela-sela isi dakwah yang serius. Kesannya jadi santai. Sementara saya perlu lebih banyak belajar.
teh Ninih semakin dekat untuk memenuhi peran yang sudah dipersiapkan untuknya. Bagaimana dengan Teh Rini? Dibimbing jadi juru dakwah juga?
Aa Gym: Rini juga akan memiliki peran, tapi sekarang Rini fokusnya belajar. Nanti, pas usia 40 tahun (Rini sekarang 38 tahun), mudah-mudahan sudah bisa tampil sesuai dengan "pos"-nya. Belum terlihat ke arah mana aktualisasinya. Yang jelas, akan disesuaikan dengan kemampuan dan bidangnya. Sejauh ini, kelihatannya Rini lebih tertarik ke pekerjaan sosial, membantu orang.
Seperti apa hubungan Teh Ninih dan Teh Rini sekarang?
Teh Ninih: Baik. Kami berkomunikasi secara intensif kalau dua-duanya lagi bete (tertawa).
Aa Gym: Kadang hal-hal kecil dikomunikasikan. Rini kan lagi kuliah. Dia suka SMS Teh Ninih, "Lapor, Teh, saya lagi ngantuk." Sekarang saya suka curiga, kalau mereka kompak, berdua ketawa-ketawa, pasti lagi merencanakan sesuatu. Apalagi kalau saya baru dapat uang, ha, ha, ha....
Aa merancang strategi tertentu untuk mempererat komunikasi di antara dua istri?
Aa Gym: Saya tidak suka rekayasa. Semuanya tidak dalam proses rekayasa atau dalam tekanan tertentu. Itu tidak dewasa. Jadi, caranya sederhana: saya harus makin dekat dengan Allah. Dengan begitu, Teh Nini dan Teh Rini dipacu untuk semakin dekat dengan Allah. Kalau semuanya mengarah ke Allah, semua akan dekat satu sama lain dengan sendirinya. Allah yang mendekatkan.
Selain menempatkan Allah sebagai tujuan bersama, adakah konsep yang lebih operasional untuk mendekatkan mereka?
Aa Gym: Syariatnya tidak luar biasa. Seminggu sekali kami berkumpul bertiga. Biasanya hari Kamis. Kami jalan bareng. Kadang dengan anak-anak.
Sejauh ini, konsep operasional itu berjalan baik?
Aa Gym Ya, harus terus disempurnakan. Karena kan dalam hal ini saya pemula, banyak hal yang tidak saya ketahui sebelumnya.
Soal prinsip keadilan dalam poligami, bagaimana Aa menerapkannya?
Aa Gym: Karena kami masih pemula, Aa, Rini, dan Teteh (Ninih) mencoba untuk saling mengerti. Kami terus mengomunikasikan berbagai hal.
Teh Ninih: Teteh takut Aa di akhirat jalannya miring kalau tidak adil. Sebagai istri, saya mesti memotivasi suami untuk berbuat adil pada dua belah pihak. Kami punya prinsip tidak menuntut orang lain. Aa tidak menuntut Teteh ataupun sebaliknya.
Teh, ada yang berubah dari Aa setelah memiliki dua istri?
Teh Ninih: Aa jauh lebih ngirit sekarang (tertawa).
Aa cemburu dengan ketenaran Teh Ninih sekarang?
Aa Gym: Cemburu atuh? apalagi kalau banyak lelaki yang mau konsultasi (tertawa).
Bagaimana dengan MQ Corporation, apakah juga terpengaruh banyak oleh keputusan poligami Aa?
Aa Gym: Betul, kejadian ini berpengaruh. Memang ada penurunan 20%-40%, dan hal itu menjadi momentum kami untuk memandirikan MQ. Selama tiga tahun ini dipikirkan agar brand MQ bisa lebih profesional tanpa saya. Jadi, ini adalah proses pendewasaan. Selama ini, kami maju tapi kurang sehat. Ketergantungan terhadap figur saya masih terlalu tinggi, baik pada perusahaan MQ maupun pesantren ini. Jadi, kalau tidak ada saya, mereka merasa cemas dan itu membuat saya seperti di penjara.
Sudah punya dua istri, terpikirkan memiliki istri ketiga?
Aa Gym: Saya nggak bisa memikirkan itu, ha, ha, ha....
Teh, bagaimana kalau Aa tambah istri lagi?
Teh Ninih: Mungkin lebih ringan karena keran itu sudah lebih terbuka.
Pada awalnya pasti Teh Ninih memiliki beban sebagai istri pertama. Saat ini seperti apa kondisinya?
Teh Ninih: Kalau kami tengah bertiga, kami saling belajar satu sama lain. Saya dan Teh Rini sama-sama istri Aa. Saya tidak pernah menasihati Rini, mentang-mentang saya istri pertama. Tidak. Kami sharing saja. Urusan menasihati Teh Rini, itu menjadi kewajiban suaminya, bukan saya. Saya merasa mesti berproses terus.
Apakah Teh Ninih suka kangen kalau Aa lagi bersama Teh Rini? Bagaimana cara mengobatinya? Teh Ninih: Wah, semalam rasanya setahun (tertawa). Teteh sibukin dakwah saja dan mengurus anak. Dampak mikirin cemburu arahnya jadi positif. http://www.gatra.com/artikel.php?id=104138
Selasa, 25 Oktober 2005, 17:58 WIB
http://209.85.175.132/search?q=cache:iKoCzH5a3PAJ:64.203.71.11/gayahidup/news/0510/25/175815.htm+ghaida+menikah&hl=id&ct=clnk&cd=38&gl=id
Istri Aa Gym Siap Dimadu
*Bukti Bakti Pada Suami, Asal Aa Bahagia
Bandung, Warkot
|
Da’i kondang pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, KH Abdullah Gymnastiar atau biasa disapa Aa Gym, mendapat restu dari istrinya Hj Ninih Muthmainnah untuk menikah lagi alias berpoligami. Teh Ninih -- begitu ia biasa disapa -- rela jika hal itu tujuannya untuk membahagiakan Aa.
Pernyataan siap dimadu itu dilontarkan Teh Ninih saat ditanya sejumlah wartawan dan infotainment yang berkunjung ke kediaman Aa Gym di Gegerkalong Girang, Bandung, Minggu (23/10).
"Kalau soal poligami, jika itu bisa membahagiakan Aa, Teteh ikut saja. Walaupun hal itu sangat berat buat seorang wanita, tapi Teteh mengharap mendapat surga. Salah satu syarat masuk surga adalah berbakti kepada suami," ucap Teh Ninih. Aa Gym yang ada di sampingnya senyum-senyum mendengar penuturan perempuan yang dinikahinya 18 tahun lalu itu.
Ibu tujuh anak itu percaya bahwa saat ini Aa belum akan berpoligami. "Teteh yakin Aa sangat cinta kepada Teteh dan keluarga. Saat ini mungkin tidak (berpoligami) karena belum mendesak dan darurat," ucap Teh Ninih.
Sebagai da’i kondang, Aa Gym punya kharisma sendiri. Penggemarnya bukan saja dari kalangan pria tapi juga kaum hawa. Malah mungkin penggemarnya lebih banyak dari kaum perempuan. Bayangkan, menurut Aa Gym, dalam sebulan jumlah tamu yang berkunjung ke Daarut Tauhiid tak kurang dari 37.000 jemaah.
Apakah Teh Ninih cemburu melihat Aa punya banyak penggemar perempuan? "Jelas cemburu karena Teteh cinta kepada Aa. Cemburu itu kan bukti bahwa seseorang cinta kepada orang lain. Tapi meski begitu Teteh nggak mau tersiksa dengan kecemburuan itu. Masih banyak hal lain yang harus dikerjakan dan disyukuri," kata perempuan yang juga biasa disapa Ummu Ghaida Muthmainnah tersebut.
Lalu apakah selama ini Teteh dan Aa tak pernah bertengkar? "Alhamdulillah kami belum pernah bertengkar, ya mungkin jangan sampai. Paling yang terjadi beda pendapat saja. Itu pun harus segera diselesaikan secepatnya. Paling tidak enak kalau beda pendapat belum selesai tapi Aa sudah keburu pergi ke daerah untuk ceramah. Paling saya SMS dia, minta maaf untuk segera menyelesaikan masalah itu," ungkap Teh Ninih.
Meski tidak terlontar secara gamblang, Aa menunjukkan bahwa ia amat mencintai istri dan keluarganya. Setiap sore, kata Aa, ia menyempatkan diri keliling kota dengan sepeda sambil memboncengkan istrinya. Kini, dalam beberapa kesempatan Aa juga melibatkan istrinya saat ceramah. Seperti dalam acara live ’Kumandang Cinta’ yang disiarkan RCTI, Minggu (23/10), dari Ponpes Daarut Tauhiid Bandung.
Dalam sebuah ceramahnya Aa Gym mengungkapkan, "Berpoligami dalam Alquran dikaitkan dengan pemeliharaan anak yatim. Sebabnya, pada masa Rasulullah SAW, banyak lelaki yang meninggal dalam pertempuran. Mereka meninggalkan anak-anak kecil (yatim) yang membutuhkan bantuan. Agar tidak mengundang fitnah, maka diperbolehkanlah menikah dengan janda yang memiliki anak tersebut. Jadi niatnya menolong, bukan karena semata-mata hawa nafsu." (luc)
Dampingi Aa Jualan Koran
SELAMA 18 tahun Ninih Muthmainnah mendampingi Aa Gym. Suka duka dilewati bersama, mulai dari jualan koran, bakso, sampai kini punya beberapa perusahaan beromzet miliaran rupiah per bulan.
Aa Gym lahir di Bandung pada tanggal 29 Januari 1962 dari pasangan Letkol H Engkos Kuswara dan Ny Hj Yeti Rohayati, sebuah keluarga yang dikenal religius dan disiplin.
Dari pernikahannya dengan Ninih Muthmainnah Muhsin, cucu KH Mohamad Tasdiqin (Pengasuh Pondok Pesantren Kalangsari, Cijulang, Ciamis Selatan), Aa Gym dikaruniai tujuh anak, yakni Ghaida Tsuraya, Muhammad Ghazi Al-Ghifari, Ghina Raudhatul Jannah, Ghaitsa Zahira Shofa, Ghefira Nur Fatimah, Ghaza Muhammad Al-Ghazali, dan Gheriya Rahima.
Aa Gym bertemu Ninih pertama kali pada tahun 1986 di Masjid At Taqwa di Kompleks Perumahan Angkatan Darat (KPAD). Saat itu, tepatnya tanggal 17 Ramadhan, Ninih bertindak sebagai qariah (pembaca Alquran). Aa mengaku tergetar hatinya mendengar Ninih mengaji.
Pada waktu itu, Aa menjadi Panitia Peringatan Nuzulul Quran di masjid tersebut. Ketika mengantar Ninih pulang, Aa dengan berani menanyakan apakah Ninih sudah punya calon. "Waktu itu Aa cukup berani bertanya seperti itu, padahal banyak angota panitia lain di mobil itu," kata Teh Ninih.
Yang ditanya saat itu diam saja. Akhirnya setelah melakukan pendekatan selama berbulan-bulan, Aa Gym memberanikan diri melamar Teh Ninih. Yang dilamar pun menerima karena melihat Aa Gym saat itu sedang getol mendalami ilmu agama. Selain itu, ia kenal Aa sebagai seorang pekerja keras. Meski saat itu Aa tidak mempunyai pekerjaan tetap, namun ia tak pernah putus asa untuk berusaha.
"Saya kenal Aa mulai dari jualan koran, jualan kalender, jualan bakso, sampai punya banyak usaha seperti sekarang ini. Oleh karena itu jangan melihat orang dari harta, tapi lihat dari semangat kerja dan belajarnya," ungkap Teh Ninih.
Lalu, apakah sosok Aa benar-benar sempurna sebagai manusia? "Tentu tidak. Aa juga punya kekurangan, tapi saya terima segala kekurangannya. Kalau tidak punya kekurangan, dia nanti malah lupa diri, menganggap dirinya nabi. Itu amat dilarang. Dan saya tidak mau membuka apa kekurangan Aa. Itu akan jauh lebih baik dari kekurangan itu sendiri," ucap Teh Ninih. (luc)